Minggu, 26 Juli 2009

PUISI SAYIDINA ALI

Ketika kumohon kepada Allah kekuatan,

Allah memberikanku kesulitan, agar aku menjadi kuat.

Ketika kumohon kepada Allah kebijasanaan,

Allah memberiku masalah, untuk dapat aku pecahkan.

Ketika kumohon kepada Allah kesejahteraan,

Allah memberiku akal, agar aku berpikir.

Ketika kumohon kepada Allah keberanian,

Allah memberiku kondisi berbahaya, agar dapat kuatasi.

Ketika kumohon Allah sebuah cinta,

Allah memberiku orang-orang bermasalah, agar bisa kutolong.

Ketika kumohon kepada Allah bantuan,

Allah memberiku kesempatan.

Aku tak selalu meminta semua yang kuminta,

aku menerima segala yang kubutuhkan.

”Doaku Terjawab Sudah”.

PANDANGAN ISLAM MENGENAI PEREMPUAN

Islam menegaskan: ”Kami telah menciptakan kalian semua dari tanah liat”, maka jelaslah bahwa Islam adalah agama pertama yang memuliakan kaum wanita, karena Islam telah mendudukkan kaum wanita pada asal kejadian yang terhormat, sama dengan asal kejadian laki-laki.

Selanjutnya Islam menegaskan bahwa tidak ada Tuhan (jahat dan baik) itu. Tuhan-menurut Islam-hanya satu. Kemudian, dia mengangkat posisi wanita sejajar dengan laki-laki, bahkan sebagai wadah bagi keberadaan manusia itu sendiri, dimana dalam kebersamaannya dengan laki-laki ia melahirkan laki-laki itu sendiri. Andaikata wanita dari unsur lain dan laki-laki dari unsur lain juga, tentu hal itu membutuhkan wadah lain untuk melahirkan laki-laki, yang bukan wadah pada wanita itu. Dan pada gilirannya, tentu akan kita dapati satu kelompok khusus wanita. Namun, kenyataanya tidak demikian di mana laki-laki dan wanita bertemu dalam suatu kelahiran yang merupakan kerjasama laki-laki dan wanita juga.

Jadi, kedua-duanya merupakan unsur kbersamaan yang saling tolong menolong dan melengkapi dalam mengembangkan jemis manusia laiki-laki atau perempuan. Setelah itu, Allah menetepkan undang-undang bagi keduanya secara mutlak dan menyeluruh dalam kesatuan kerjasama beserta pertanggungjawabannya.

Firman Allah SWT dalam surah An-Nahl ayat 97 yang artinya ”Barangsiapa yang mengerjakan amal shaleh baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik. Dan sesungguhnya akan Kami berikan balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan”.

Maka dari itu jelaslah, bahwa kedudukan wanita adalah sama dengan laki-laki dalam kehormatan manusiawi, bertanggung jawab atas amal perbuatannya.

Allah SWT berfirman dalam surah Al-Anbiya’ ayat 94 yaitu ”Maka barangsiapa yang mengerjakan amal shaleh, sedangkan ia beriman maka tidak ada pengingkaran terhadap amalannya itu. Dan sesungguhnya Kami menuliskan amalannya itu untuknya”.

Dengan ayat di atas, maka jelaslah bahwa wanita mempunyai kedudukan yang sama dengan laki-laki, karena kesamaan tanggung jawab terhadap tugas yang dipikulkan kepadanya.

Begitu juga keduanya akan mendapat ganjaran atau balasan menurut baik dan buruknya amal perbuatan mereka.

Islam juga memberi dan menjamin hak-hak wanita sebagai individu yang bebas dan merdeka dalam bertindak dan menentukan pilihannya sendiri. Misalnya membeli, menjual,memiliki, menyewakan, menggadaikan, menghibahkan, bertindak bebas terhadap miliknya yang ia peroleh dari perniagaannya, atau warisan maupun hibah.

Itulah sikap Islam terhadap kaum wanita. Adapun pandangan-pandangan beberapa agama dan hukum-hukum positif lainnya, tidak memberikan peluang kebebaan pada hak-hak pribadinya.

Kemudian Islam datang untuk memberikan dan menjamin hak-hak asasi terhadap hak-hak pribadi dalam kehidupan serta haknya untuk bertindak bebas dan leluasa serta bertanggung jawab. Dia mempunyai hak untuk menjual dan membeli, hak untuk memiliki, hak untuk menghibahkan dna menggadaikan dengan bebas tanpa ada tekanan dari pihak manapun.

Sejarah telah berbicara kepada kita, sebagaiman kita ketahui dari perkataan Ibnu Khalkan dalam bukunya berjudul Tarikhu Wafayatil A’yan. Beliau berkata, bahwa di Mesir terdapat seorang wanita bernama Nafisah, dia adalah seorang alim keturunan ahli bait Rasulullah SAW dimana majelis talimnya banyak dikunjungi para alim ulama’, penyair dan mereka yang ingin memperdalam ilmu hadits. Hingga Imam Syafi’i sebagai pemimpin mujtahid agung itu pun selalu mengunjungi untuk belajar ilmu hadits.

Sekarang jelaslah, bahwa ternyata Islam mempunyai konsep yang konkrit dalam menangani seputar persoalan kaum wanita atas kewajiban mereka untuk menuntut ilmu.

Dalam Al-Qur’an, Allah SWT tidak pernah menyebutkan sebuah surat khusus untuk laki-laki, namun Allah SWT menyebutkan dalam kitab-Nya sebuah surat khusus bagi wanita (an-Nisa’). Ini merupakan bukti pemuliaan dan penghormatan terhadap kaum hawa. Surat ini menceritakan beberapa perkara penting yang berkaitan dengan wanita, keluarga, daulah, dan masyarakat, dan inti surat tersebut adalah menceritakan tentang wanita dan hak-haknya. Oleh sebab itu, ia dinamakan surat An-Nisa’ karena mengandung beberapa perkara penting yang berkaitan dengan wanita.

Dalam surat An-Nisa’ ayat 1 yang berbunyi ”Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari diri yang satu, dan daripadanya Allah menciptakan isterinya; dan daripada keduanya Allah memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu”.

Ayat di atas merupakan bagian dari khutbah Rasulullah SAW, yang mana biasanya Rasul memulai dan membukanya dengan ayat ini. Ayat ini merupakan sesuatu yang sangat penting, lebih-lebih bagi para muhaddits, para da’i, dan para penasehat.

Selain itu, terdapat pula ayat lain dari surat An-Nisa’ yang berisi tentang menjaga hak-hak anak yatim perempuan.

”Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat. Kemudian jika takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya”. (Qs. An-Nisa’: 3).

NB: Ini merupakan salah satu bagian dari pembahasan yang terdapat di dalam makalah yang disajikan pada kegiatan LKK Nasional dan dibawakan oleh Yunda Fiyati Utami.

PENDIDIKAN UNTUK PEREMPUAN


Puji syukur semoga senantiasa terlantun ke hadirat Allah SWT. Atas rahmat dan karunia-Nya , saat ini kita masih diberi kesempatan untuk menghirup nafas kehidupan dan melakukan berbagai kerja kemanusian kita.

Kita hanya dapat berharap bahwa kita dapat melewati masa sulit ini dan membangun kembali kekuatan kita untuk membangun kembali puing-puing peradaban yang semapat porak poranda. Dan pendidikan merupakan satu titik perhatian yang tidak boleh kita lupakan dalam kerangka upaya membangun kembali peradaban itu.

Pesantren merupakan salah satu pilar pendidikan yang mendapatkan amanah untuk mendidik dan mencerahkan umat manusia. Tak bisa dipungkiri, bahwa pesantren menempati posisi penting dan strategis dalam khasanah pendidikan Islam. Berbagai ajaran, spirit keagamaan, semangat keikhlasan, kemandirian dan perjuangan membangun umat merupakan concern pesantren yang walau bagaimanapun akan selalu tetap dipertahankan meskipun trend modernisme yang serba materialistik dan hedonistik tengah menyerbu. Melalui seminar ini, kami hanya ingin berbagi pengalaman tentang upaya membangun nuansa keadilan antara lelaki-perempuan sebagai salah satu ibadah mu’amalah yang menjadi ajaran Islam selama ini. Dalam kesempatan ini, saya ingin mengisahkan bentuk perhatian dan upaya yang kami lakukan melalui pendidikan terutama bagi pemerataan akses keadilan bagi lelaki perempuan bersama teman-teman dalam keluarga besar dan komunitas Pesantren Cipasung Tasikmalaya.

I. Mengenal Pesantren Cipasung

Pesantren Cipasung didirikan pada tahun 1931 oleh Almarhum K.H. Ruhiat. Pesantren ini terletak di kampung Cipasung Desa Cipakat Kecamatan Singaparna kabupaten Tasikmalaya. Pada awal berdirinya di tahun 1931, Pesantren Cipasung hanya memiliki 40 orang santri putera dan beberapa ‘santri kalong’. ‘Santri kalong’ adalah istilah untuk santri yang hanya mengikuti pengajian malam hari saja dan pada siang harinya mereka beraktifitas di rumahnya masing-masing.Pada tahun 1937,di Pesantren Cipasung didirikan Kursus Kader Muballighin Wal Musyawirin, yakni suatu ajang latihan berpidato dan bermusyawarah.Kursus yang diadakan setiap malam Kamis ini bertujuan menyiapkan kader-kader mubaligh Islam.Pada tahun 1942, di masa pemerintahan Jepang,

Pesantren Cipasung melakukan langkah progresif dengan memberikan kesempatan kepada para santri perempuan untuk mengikuti pengajian kitab-kitab yang ‘besar’, yang sebelumnya hanya dapat mengikuti pengajian kitab-kitab ‘menengah’ saja. Salah seorang angkatan pelopornya adalah Hj. Suwa, yang kemudian menjadi pengajar kitab tingkat lanjutan (seperti Fathul Mu’in dan Alfiah) di Pesantren Cipasung baik bagi santri laki-laki maupun santri perempuan.

Tokoh angkatan berikutnya adalah Hj.Nonoh Hasanah yang menjadi pendiri dan pengasuh pondok Pesantren Putri Cintapada Tasikmalaya. Selanjutnya pada tahun 1943 diadakan juga ajang latihan berpidato untuk santri perempuan yang disebut Kursus Kader Mubalighoh.Langkah yang dilakukan Abah KH. Ruhiat menjadikan Pesantren Cipasung semakin terkenal disamping karena reputasi kelimuan KH. Ruhiat yang diakui dikalangan ulama sekaligus tokoh NU yang disegani khususnya di Jawa Barat juga tradisi mencetak kiayi di Pesantren cipasung di anggap berhasil dibuktikan dengan banyaknya alumni yang menjadi tokoh agama dan masyarakat bahkan mendirikan pesantren sekaligus memimpinnya. Hambali Ahmad tokoh besar Muhammadiyah, Dr.KH.Mutaqien, KH. Ilyas Ruhiat untuk menyebut beberapa nama.Setelah kemerdekaan Bangsa Indonesia, pesantren Cipasung mengembangkan pendidikannya dengan mendirikan sekolah pada tahun 1948 didirikan sekolah pendidikan Islam yang disamping mengajarkan pelajaran agama yang biasa diajarkan pesantren juga diajarkan pengetahuan umum. Pada tahun 1953 menjadi sekolah Menengah Islam Pertama (SMIP) ,kemudian sekolah Rakyat Islam ( SRI ) yang sekarang menjadi Madrasah Ibtidaiyah ( MI ) disusul tahun 1959 didirikan SMAI dan pada tanggal 25-09-1965 berdiri Fakultas Tarbiyah Perguruan Tinggi Islam (PTI) Cipasung yang kemudian menjadi IAIC.

Pada tahun 1969 didirikan pula Sekolah Persiapan IAIN yang pada tahun 1978 menjadi Madrasah Aliyah Negeri ( MAN ) Cipasung; pada tahun 1992 Madrasah Tsanawiyah; tahun 2002didirikan pula Raudhatul Athfal, sehingga sampai tahun 2003 jumlah siswa dan mahasiswa sebanyak 5772 orang, yang berada di Asrama sebanyak 861 siswa santri putra dan 863 santri putri yang dikelola dalam 11 Asrama putera dan 11 asrama puteri. Pada tanggal 17 Dzulhijjah 1397/18 November 1977, Abah Ajeungan KH.Ruhiat meninggal dan pimpinan pesantren dipegang oleh KH. Moh Ilyas Ruhiat.

Pada garis besarnya pendidikan di pondok pesantren Cipasung, formal, informal dan non formal,juga mengembangkan aspek ekonomi ( Koperasi ) Pendidikan latihan keterampilan dan perpustakaan yang bekerja sama dengan LP3ES,P3M, Rahima dsb.Dengan perkembangan yang demikian pondok pesantren Cipasung, telah mempunyai garis besar kebijakan pesantren yang kemudian disempurnakan menjadi pola dasar dan pembinaan Pondok Pesantren Cipasung yang berasaskan (1)Tafaqquh fid dien (2) Da’wah, (3)Taawaun, (4) Musyawarah, (5) Ukhuwah Islamiyah, dan bertujuan jangka panjang membina dan mengembangkan ketawaan kepada Allah mengembangkan keilmuan yang bermanfaat dan pengabdian terhadap agama masyarkat dan negara dengan sasaran pengembangan 10 tahunan memiliki standar pendidikan yang baik dengan mengembangkan pendidikan dengan sistem terpadu dan metodhe pendidikan yang baru,menjalin kerja sama dengan berbagai pihak dalam rangka peningkatan mutu efektifitas pendidikan, untuk mencapai tujuan tersebut telah didirikan Yayasan Pesantren Cipasung,sejak tanggal 21 Agustus 1967.

Kurikulum untuk sekolah formal mengikuti kurikulum nasional sedang kitab yang dipelajari di pesantren masih mempertahankan kitab klasik baik dibidang Aqidah, Fiqh maupun Tasauf, yang jika dianalisa secara kritis citra dan potret perempuan dalam kontruksi diskursus keislaman klasik khususnya fiqih diwarnai dengan beragam ketidakseimbangan relasi gender.

Berikut adalah beberapa citra dan potret perempuan dalam diskursus keislaman klasik.

1. Perempuan secara hukum dinilai sebagai mahluk setengah laki-laki( waris, berdasar QS Annisa :7)

2. Perempuan sebagai makhluk tidak sempurna,lemah kemampuan intelektualnya tidak mampu menguasai gejolak emosional, berfikir irrasional, karena itu menurut An-Nawawi perempuan tidak boleh menjadi hakim,tidak boleh menjadi pemimpin publik ( QS.Annisa: 34 )

3. Perempuan adalah mahluk penggoda dan mudah tergoda oleh bujuk rayuan, karena itu perempuan dilarang memakai wewangian selain untuk suaminya dll.

4. Perempuan adalah mahluk yang lemah dan tidak cukup mandiri untuk mengurus dirinya sendiri, sehingga dalam banyak aktivitas hukum, mereka dipandang masih membutuhkan represitasi dan bimbingan laki-laki sebagai wali ( menikah harus pakai wali, pergi haji harus ada mahram)

5. Perempuan adalah makhluk yang ditakdirkan untuk mendampingi laki-laki karena dia diciptakan dari tulang rusuk Adam, Oleh karena itu tugas utama perempuan adalah melayani kebutuhan suaminya.

6. Secara sosial ramah perempuan adalah domestik dan ranah laki-laki adalah publik ( laki-laki adalah kepala keluarga,istri ibu rumah tangga, suami berkewajiban menyediakan segala kebutuhan istri dan keluarga-nya. Dunia laki-laki adalah publik,produksi diluar rumah,perempuan di dalam rumah,dunia pelayanan dan reproduksi. Kurikulum di Pesantren Cipasung tidak membedakan antara santri putera dan santri puteri. Pada masing-masing tingkatan, mereka hanya dipisahkan tempat belajarnya saja. Kitab yang dipelajari juga tidak ada yang khusus laki-laki ataupun khusus perempuan. Kegiatan ekstra kurikuler (seperti diskusi reguler, latihan berpidato, olah raga, seni baca Al-Qur’an, kaligrafi, keterampilan berbahasa Arab dan Inggris) dapat diikuti oleh setiap santri dan memperoleh bimbingan yang setara.

II. Kedudukan, peran dan hak-hak perempuan dalam Islam

Citra dan potret perempuan dalam konstruksi diskursus ke-Islaman klasik seperti dipaparkan sebelumnya, sangat bertentangan dengan semangat perwahyuan Al-Qur’an. Al-Qur’an sendiri mengajarkan bahwa Islam datang untuk memberikan kebahagiaan dan kedamaian hidup (rahmatan lil alamin) bagi seluruh manusia tanpa membedakan jenis kelamin, suku, bangsa,dan variabel-variabel struktur sosial lainnya (QS Al-Hujurat :13), walau secara teknis melalui pendekatan kebahasaan, budaya dan sosial, Al Qura’an terkesan telah menggariskan perangkat normatif yang memberikan ketentuan hukum yang berbeda kepada laki-laki dan perempuan.

Prinsip moral keadilan mengajarkan bahwa Allah tidak mungkin bersikap diskriminatif terhadap setiap hambaNya. Teori hukum Islam mengajarkan bahwa seorang mukallaf hanya bertanggung jawab terhadap segala aturan hukum yang dia lakukan secara sengaja dan sadar, artinya tidak logis jika harus bertanggung jawab terhadap tindakan yang tidak kita pilih, menjadi laki-laki atau perempuan. Jika itu diterima sebagai suatu postulat kebenaran dan hukum artinya kita harus menerima suatu

kesimpulan bahwa ketimpangan gender sudah terbentuk sejak zaman azali, kebenaran asumsi ini bertentangan dengan universalitas keadilan Allah.Kedua alasan tadi mengajarkan kepada kita bahwa perlakuan dan pembebanan hukum yang berbeda kepada laki-laki dan perempuan tidak dapat diterima menurut logika keadilan Allah dan asas pertanggungjawaban.

Oleh sebab itu ketentuan dan pembebanan hukum yang berbeda antara lak-laki dan perempuan walau dikatakan bersumber pada Al Qur’an bukan konstruksi ilahiyah, tetapi ia lebih sebagai produk historis (sosial budaya) dimana sejarah Islam diterjemahkan ke dalam bahasa sosial budaya tertentu.

Kaidah Fiqhiyah menyebutkan bahwa hukum berubah seiring dengan pergerakan perubahan waktu. Eksistensi ketentuan hukum berotasi sesuai dengan alasannya. Kaidah ini secara implisit menegaskan bahwa ketentuan hukum bukan suatu ketetapan azali yang didasarkan pada faktor biologis yang bersifat kodrati. Perbedaan hukum seseungguhnya merupakan fenomena sosial; budaya (terkadang politik); persoalan kemanusiaan dalam upaya hidup mendunia.Dimensi teologi Islam yang membedakan ketentuan hukum bagi laki-laki dan perempuan yang bahkan secara teknis ditampakkan dan dibaha-sakan dalam struktur linguistik bahasa dan relativitas budaya yang diterima Al-Qur’an; tidak harus dipahami sebagai perbedaan yang bersifat kodrati yang mengacu pada faktor biologis manusia tetapi sebagai proses hidup manusia mendunia.

Pemikiran yang dipaparkan tadi telah diproduksi dan direproduksi melalui pesantren, yang disatu sisi seakan ketentuan tersebut tidak dapat berubah, tetapi kaidah hukum (ushul fiqh) yang juga dipelajari di pesantren memberi peluang untuk adanya perubahan. Oleh karena itu Pesantren Cipasung dalam hal ini Nahdina (sebuah forum kajian dan sosialisasi hak perempuan) berupaya untuk menekuni hal tersebut sebagai tindakan penguatan wacana dan melakukan proses perubahan dan penyadaran.

Langkah-langkah yang telah dilakukan Nahdina adalah sebagai berikut :

1. Penguatan lembaga sebagai arena penambahan,pemantapan dan penya-maan wawasan dengan cara melakukan pertemuan rutin guru-guru pesantren yang telah mendapatkan pelatihan. Pertemuan yang dilakukan setiap bulan sekali ini bertujuan untuk bertukar pikiran dan informasi melalui diskusi secara bergiliran.

2. Memperluas jaringan melalui pembentukan jaringan (network building) Kajian Penguatan Hak Perempuan Tasikmalaya. Jaringan ini beranggo-takan organisasi massa berbasis Islam (Muslimat NU, Fatayat NU, Aisyiah Muhammadiyah, Nasyiatul Aisyiah, Kohati, Persistri) dan LSM yang peduli terhadap pemberdayaan perempuan.

3. Sosialisasi untuk menyemakan wawasan melalui pengajian rutin, intergrasi dengan mata pelajaran baik di sekolah maupun di pesantren.

4. Menerjemahkan istilah gender ke dalam bahasa yang lebih akrab dengan budaya Sunda atau dengan menyeberkan dalam bentuk syair-syair yang biasa dikumandangkan saat menjelang pengajian (shalawat gender).

Sangat disadari bahwa langkah-langkah tersebut baru merupakan langkah wal dan kecil, tapi menyadari bahwa jika tidak dilakukan secara terus menerus, harapan bahwa perempuan akan dihargai sebagai manusia yang sama terhormatnya dengan manusia dengan jenis kelamin lain ketika Allah menciptakannya, hanya akan menjadi impian utopia yang takkan pernah terwujud.Melalui tulisan ini aku ingin mengatakan mimpiku membikin sebuah pesantren dengan tetap mempertahankan nilai-nilai luhur kepesantrenan (ikhlas, sederhana, zuhud, wara’, mandiri, dsb.), dengan spesifikasi pember-dayaan dan penguatan perempuan di bidang informasi, terutama biang ilmu agama yang selama ini ‘dikuasai’ laki-laki. Semoga, aamiin…

Source: djudju zubaidah 31 May 08
By: Fiyati Utami

Kabid Pemberdayaan Perempuan

HMI Komisariat Tarbiyah STAIN SMD

Kamis, 23 Juli 2009

BANGGA JADI ANGGOTA JAHILIYAH CLUB

Kata jahiliyah emang udah gak asing lagi terdengar ditelinga kita, bahkan sejak kita masih sekolah dasar (SD) sekalipun, dan sampai saat inipun kata jahiliyah masih sering kita dengar. Akan tetapi perspektif pemahaman kita sekarang tentang
”jahiliyah” pasti berbeda dengan pemahaman kita waktu masih duduk di bangku SD.

Ketika masih duduk dibangku SD pemahaman kita tentang kata “jahiliyah” pada umumnya masih mengacu pada keadaan atau tabiat penduduk kota makkah sebelum datangnya nabi pembawa sinar terang yaitu Nabi Muhammab SAW. yang dalam keadaan kegelapan dan disebut zaman kebodohan. Contohnya aja tidak adanya keteraturan hukum dan tidak berkembangnya ilmu pengetahuan di zaman itu, dan tidak hanya itu saja, sejarah yang kita tau sampai saat inipun bahwasanya kaum perempuan pada saat itu sangat tertindas dan bahkan bayi perempuan pada saat itu dikubur hidup-hidup.

Intelek muslim yang bernama Muhammad Quthb pernah menulis satu bab panjang tentang “jahiliyah modern”. Dan Muhammad Quthb juga menguraikan tentang makna jahiliyah modern tersebut. Yang pada intinya menyebutkan bahwa “jahiliyah tidak terbatas pasa zaman dan tempat serta komunitas bangsa tertentu. Ia menyangkut pandangan hidup dan tradisi tertentu. Ia meupakan persepsi dan pola sikap. Kapan dan dimana saja tersapat pola –pola jahiliyah , maka ia adalah jahiliyah, tidak peduli dengan zaman, tempat, dan bangsa apa saja.”

Wah…jadi dapat dikatakan zaman sekarang pun masih ada orang jahiliyah. Walaupun ada banyak kalangan yang mungkin menolak dikatakan sebagai orang-orang jahiliyah. Karma kondisi sekarang , dimana ilmu pengetahuan itu sendiri telah berkembang pesat, dan ilmu pengetahuanpun sangat begitu maju. jadi orang jahiliyah yang mana ya…yang dikatakan oleh Muhammmad Quthb tersebut ?

Muhammad Quthb berkata”jahiliyah dalam istilah Qur’ani bukanlah anti kekuatan materi atau pembangunan fisik diatas bumi, dan atau anti ilmu-ilmu alam dan terapan lainya dengan segala fenomena kehidupan dunia. Justru dalam sejarah banyak kaum atau komunitas yang disifati jahiliyah oleh Allah SWT yaitu yang memiliki kekuatan, ilmu dan perdaban yamg tinggi.” Dan sejarah yang membuktikan hal ini adalah sejarah yang meninpa kaum ‘Aad dan Tsamud.

Jadi zaman sekarang dimana doktor, professor, insinyur, atau bahkan orang yang kaya raya sekalipun apabila dalam kehidupannya tidak mencerminkan sifat keislaman maka sudah dapat dikatakan sebagai orang jahiliyah, karna sesungguhnya semua perbuatan kita di dunia ini akan dipertanggung jawabkan kelak diakherat. Orang yang melakukan perbuatan maksiat dan tidak menjalankan syariat islam maka akan mendapatkan balasan yang setimpal dan orang yang melaksanakan ajaran dan perintah tuhan maka akan mendapatkan ganjaran yang sesuai pula dengan apa yang dilakukan selama di dunia, karena sesungguhnya Allah maha mengetahui segala sesuatu yang ada langit dan di bumi.

Pada dasarnya orang –orang yang menirukan atau latah dengan mengikuti perayaan-perayaan kelompok jahiliyah seperti merayakan atau ikut-ikutan merayakan hari Valentine,april mop, tahun baru hujriah, dan lain sebagainya adalah termasuk dari anggota atau kelompok orang jahiliyah. Termasuk orang-orang yang hanya beralasan sekedar untuik”happy fun”. Or “just for fun”

Jadi sekarang tinggal terserah kepada kita dan saudara-saudari sekalian akan mengikuti yang mana, apakah ingin menjadi anggota jahiliyah club atau menjadi orang-orang yang taat beragama dan berada dijalan Allah karna sesungguhnya semua perbuatan yang kita lakukan akan kembali pula kepada kita sendiri.

Ref: VALENTINE DAY (rizki Ridyasmara)2005

by; Maratus Sholihah

Wasekum PTKP Kom Tarbiyah STAIN SMD

MEREKA BILANG AKU GILA


Ketika segenggam kegilaanku lebih baik dibandingkan dengan sekeranjang kewarasan yang dimiliki oleh berjuta miliar orang di dunia ini, aku pun tersenyum bahagia.

Kala pagi hari kusambut dengan tawa riuh sambil berlari di bawah mentari. Mereka pun mencibiri diriku. Mereka bilang aku gila karena tidak sadarkan diriku di dunia yang penuh dengan kenyataan, itu kata mereka. Mereka bilang aku tak berguna. Aku hanya membuang waktu percuma dengan tertawa dan tertawa. Bahkan tiada satupun orang akan mau menemaniku bila aku terus begini, itu kata mereka. Harusnya aku membersihkan diri dari segala kotoran yang menempel di tubuhku. Aku jorok, itu kata mereka. Sebaiknya aku mulai menggunakan otakku dengan bekerja dan mendapatkan penghasilan, itu kata mereka. Dan aku tidak peduli.

Saat mentari memperlihatkan keperkasaannya di bumi. Membuka tabir awan dan membiarkan lengan-lengan lelah itu legam. Membiarkan wajah-wajah cantik itu memerah kepanasan. Dan aku pun duduk di pinggiran kolam yang terdapat di tengah-tengah pusat kota. Ratusan bahkan ribuan kendaraan melintas di depan hidungku. Derap langkah kaki para manusia yang mengatakan dirinya sebagai aktivis. Bahkan aku tak tahu benarkah mereka itu aktivis. Aku tidak peduli siapa mereka. Yang terpenting mereka selalu berjalan dengan derap kaki yang cepat seolah tak mau tertinggal. Tertinggal? Kadang aku bertanya pada mereka ’Apa yang sedang kau kejar?’ tapi sayangnya bagi mereka aku adalah orang yang tak berguna. Orang sakit jiwa karena terus menerus tertawa dan entah kadang aku sangat bahagia untuk bisa sekedar mengobrol dengan Dhedot, kucingku. Bagi mereka, bila siang tiba aku harusnya beristirahat dan makan siang di kantin atau kafe terenak yang pernah ada. Tapi, jika aku lapar sepertinya selalu ada delivery yang hadir untukku. Disana selalu tersedia beberapa kotak yang berwarna-warni, tempatnya pas di dekat kantor para aktivis itu bekerja. Tepatnya sebuah tempat yang cukup luas, lantainya disemen rapi, dindingnya juga begitu, tapi tidak ada atapnya dan tempat ini merupakan tempat favorit teman-teman Dhedot untuk berkumpul karena tiap sore orang-orang itu melemparkan makan siangnya pada kami. Menurut mereka kantinku itu bernama TPS (Tempat Pembuangan Sampah). Dan aku tidak peduli. Yang terpenting aku menikmati wisata kulinerku di sana bersama dengan Dhedot dan teman-temannya.

Bila langit mulai merona, kulihat beberapa orang, entah mereka aktivits atau artis, sedang melakukan pemanasan di sebuah bukit kecil di tengah kota. Kata mereka agar tubuh mereka selalu sehat dan bisa bekerja setiap hari. Hehehe. Aku terkekeh melihat salah seorang dari mereka sangat giat dalam mendaki bukit itu. Serasa gempa bila ia berlari. Dan ia langsung menatap marah padaku. Mengusirku tuk menjauh dan tidak memperhatikannya. Harusnya dia biasa saja dong, kan aku orang gila. Bukankah begitu? Ada lagi seorang pria tampan melihat kehadiranku sembari berkata dengan teman wanitanya, ’Coba dia memperhatikan dirinya dulu, pasti dia tidak akan menjadi orang gila’. Dan sang wanita hanya dapat mengiyakan pernyataan pria itu. Yang ada di otaknya hanyalah agar bisa berjalan berdampingan dengan pria tampan tersebut. Hehehe. Ternyata wanita itu sama saja. Waras tapi gila.

Dingin mulai menusuk tulangku. Kali ini aku semakin bergairah untuk tertawa dan bernyanyi riang di bawah naungan bulan karena temanku di atas langit sedang memperhatikanku. Kelap kelip matanya menggodaku. Namanya Bintang. Tiba-tiba suara motor menderu dan merusak ketenanganku. Seorang pria mengendarai motornya dengan kencang, hampir menyerempetku. Lalu dia bilang aku adalah A***ng. Aku hanya terdiam. Dan batinku berkata, kalau aku begitu lalu kau sendiri apa? Tapi biar sajalah aku di olok begitu, yang gila wes ngalah.

Aku mengantuk. Aku pun mulai mencari tempat peristirahatanku yang terindah dan ternyaman. Beralaskan rumput alami, bukan sintetis yang di buat orang. Beratapkan langit yang menurutku, Pelukisnya pastinya sangat hebat, Ia bisa membuat lukisan seindah ini di langit, bahkan kalau ada lelang lukisan, pastinya lukisannya akan sangat mahal sekali, tidak bisa dibayar dengan rupiah ataupun dollar.

Kali ini kunikmati hari. Mulai pagi tadi aku sudah bertemu dengan berbagai macam orang hingga malam pun aku menemui orang yang menurutku ia bodoh sekali karena tidak bisa membedakan antara manusia dengan hewan. Jelas-jelas aku berkaki dua dan tidak menggonggong. Ada-ada saja.

Selama aku mendengar cercaan hingga hinaan dari mereka, seorang aktivis maupun seorang artis, aku tidak sedih karenanya. Bahkan ada rasa bangga menjadi seorang yang gila. Karena ternyata apa yang mereka kerjakan hanyalah untuk mereka saja, jika dunia ini adalah kue brownies, mereka pasti sudah melahap dengan rakusya. Kepuasan mereka adalah ketidakpuasan. Haus. Lapar. Bahkan kadang-kadang di imajinasiku melihat mereka saling gigit. Ada yang menggigit lengan kawannya. Ada yang menggigit kuping temannya, bahkan ada yang mau memotong-motong tubuh sahabatnya sendiri. Takut!!! Semakin takut aku menjadi mereka. Semakin bahagia aku menjadi orang gila. Semakin bersyukur aku jadi gila.

BY: Fiyati Utami
Kabid. Pemberdayaan Perempuan
Samarinda, 24 Juli 2009