Minggu, 26 Juli 2009

PANDANGAN ISLAM MENGENAI PEREMPUAN

Islam menegaskan: ”Kami telah menciptakan kalian semua dari tanah liat”, maka jelaslah bahwa Islam adalah agama pertama yang memuliakan kaum wanita, karena Islam telah mendudukkan kaum wanita pada asal kejadian yang terhormat, sama dengan asal kejadian laki-laki.

Selanjutnya Islam menegaskan bahwa tidak ada Tuhan (jahat dan baik) itu. Tuhan-menurut Islam-hanya satu. Kemudian, dia mengangkat posisi wanita sejajar dengan laki-laki, bahkan sebagai wadah bagi keberadaan manusia itu sendiri, dimana dalam kebersamaannya dengan laki-laki ia melahirkan laki-laki itu sendiri. Andaikata wanita dari unsur lain dan laki-laki dari unsur lain juga, tentu hal itu membutuhkan wadah lain untuk melahirkan laki-laki, yang bukan wadah pada wanita itu. Dan pada gilirannya, tentu akan kita dapati satu kelompok khusus wanita. Namun, kenyataanya tidak demikian di mana laki-laki dan wanita bertemu dalam suatu kelahiran yang merupakan kerjasama laki-laki dan wanita juga.

Jadi, kedua-duanya merupakan unsur kbersamaan yang saling tolong menolong dan melengkapi dalam mengembangkan jemis manusia laiki-laki atau perempuan. Setelah itu, Allah menetepkan undang-undang bagi keduanya secara mutlak dan menyeluruh dalam kesatuan kerjasama beserta pertanggungjawabannya.

Firman Allah SWT dalam surah An-Nahl ayat 97 yang artinya ”Barangsiapa yang mengerjakan amal shaleh baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik. Dan sesungguhnya akan Kami berikan balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan”.

Maka dari itu jelaslah, bahwa kedudukan wanita adalah sama dengan laki-laki dalam kehormatan manusiawi, bertanggung jawab atas amal perbuatannya.

Allah SWT berfirman dalam surah Al-Anbiya’ ayat 94 yaitu ”Maka barangsiapa yang mengerjakan amal shaleh, sedangkan ia beriman maka tidak ada pengingkaran terhadap amalannya itu. Dan sesungguhnya Kami menuliskan amalannya itu untuknya”.

Dengan ayat di atas, maka jelaslah bahwa wanita mempunyai kedudukan yang sama dengan laki-laki, karena kesamaan tanggung jawab terhadap tugas yang dipikulkan kepadanya.

Begitu juga keduanya akan mendapat ganjaran atau balasan menurut baik dan buruknya amal perbuatan mereka.

Islam juga memberi dan menjamin hak-hak wanita sebagai individu yang bebas dan merdeka dalam bertindak dan menentukan pilihannya sendiri. Misalnya membeli, menjual,memiliki, menyewakan, menggadaikan, menghibahkan, bertindak bebas terhadap miliknya yang ia peroleh dari perniagaannya, atau warisan maupun hibah.

Itulah sikap Islam terhadap kaum wanita. Adapun pandangan-pandangan beberapa agama dan hukum-hukum positif lainnya, tidak memberikan peluang kebebaan pada hak-hak pribadinya.

Kemudian Islam datang untuk memberikan dan menjamin hak-hak asasi terhadap hak-hak pribadi dalam kehidupan serta haknya untuk bertindak bebas dan leluasa serta bertanggung jawab. Dia mempunyai hak untuk menjual dan membeli, hak untuk memiliki, hak untuk menghibahkan dna menggadaikan dengan bebas tanpa ada tekanan dari pihak manapun.

Sejarah telah berbicara kepada kita, sebagaiman kita ketahui dari perkataan Ibnu Khalkan dalam bukunya berjudul Tarikhu Wafayatil A’yan. Beliau berkata, bahwa di Mesir terdapat seorang wanita bernama Nafisah, dia adalah seorang alim keturunan ahli bait Rasulullah SAW dimana majelis talimnya banyak dikunjungi para alim ulama’, penyair dan mereka yang ingin memperdalam ilmu hadits. Hingga Imam Syafi’i sebagai pemimpin mujtahid agung itu pun selalu mengunjungi untuk belajar ilmu hadits.

Sekarang jelaslah, bahwa ternyata Islam mempunyai konsep yang konkrit dalam menangani seputar persoalan kaum wanita atas kewajiban mereka untuk menuntut ilmu.

Dalam Al-Qur’an, Allah SWT tidak pernah menyebutkan sebuah surat khusus untuk laki-laki, namun Allah SWT menyebutkan dalam kitab-Nya sebuah surat khusus bagi wanita (an-Nisa’). Ini merupakan bukti pemuliaan dan penghormatan terhadap kaum hawa. Surat ini menceritakan beberapa perkara penting yang berkaitan dengan wanita, keluarga, daulah, dan masyarakat, dan inti surat tersebut adalah menceritakan tentang wanita dan hak-haknya. Oleh sebab itu, ia dinamakan surat An-Nisa’ karena mengandung beberapa perkara penting yang berkaitan dengan wanita.

Dalam surat An-Nisa’ ayat 1 yang berbunyi ”Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari diri yang satu, dan daripadanya Allah menciptakan isterinya; dan daripada keduanya Allah memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu”.

Ayat di atas merupakan bagian dari khutbah Rasulullah SAW, yang mana biasanya Rasul memulai dan membukanya dengan ayat ini. Ayat ini merupakan sesuatu yang sangat penting, lebih-lebih bagi para muhaddits, para da’i, dan para penasehat.

Selain itu, terdapat pula ayat lain dari surat An-Nisa’ yang berisi tentang menjaga hak-hak anak yatim perempuan.

”Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat. Kemudian jika takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya”. (Qs. An-Nisa’: 3).

NB: Ini merupakan salah satu bagian dari pembahasan yang terdapat di dalam makalah yang disajikan pada kegiatan LKK Nasional dan dibawakan oleh Yunda Fiyati Utami.

Tidak ada komentar: